Mendikbud Akui Tak Bisa Kontrol Jutaan Siswa
Mendikbud Muhadjir Effendy
PADANG--(KIBLATRIAU.COM)--- Pihak sekolah dan pemerintah dinilai tidak mungkin mengontrol secara penuh jutaan siswa yang sedang menjalani program pendidikan. Dengan demikian, apabila ada siswa yang bermasalah, maka hukuman yang diberikan harus dengan pendekatan pendidikan dan tidak merusak masa depannya.
Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy saat menanggapi kasus pengeroyokan santri di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
"Kita ini punya siswa ada 45 juta, dari SD sampai SMA/SMK. Itu di luar PAUD. Pasti tidak semuanya bisa dikontrol dengan baik, harus kita akui, terutama sekolah swasta," katanya di sela kunjungannya ke Bandung, Kamis (21/2).
Ditanya mengenai proses hukum yang diterapkan kepada pelaku pengeroyokan di Sumatera Barat, dia berharap semuanya masih dalam koridor pendidikan.
"Bagaimana pun nakalnya, mereka anak didik, harus dibentuk. Mereka tetap punya masa depan, jadi hukuman ke anak harus tetap dalam koridor pendidikan, jangan merusak masa depan dia," terangnya.
Muhadjir meminta para guru agar memberikan contoh yang baik dan berwibawa kepada siswa agar mendapat penghormatan di sekolah. Di rumah, orang tua harus memberikan penguatan karakter yang baik. "Guru harus jadi panutan, tokoh teladan. Kalau tak memiliki teladan, kewibawaan, bagaimana siswa akan menghormati," imbuhnya.
Sebelumnya, 17 santri ditetapkan sebagai tersangka pelaku tindak kekerasan terhadap seorang santri lainnya di Pondok Pesantren Nurul Ikhlas, Panyalaian, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat hingga korban mengalami koma.
"Kami sudah gelar perkara dan 17 santri ditetapkan sebagai anak pelaku. Sebutan untuk tersangka yang berusia di bawah umur," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Padang Panjang, Iptu Kalbert Jonaidi di Padang Panjang, Sabtu kemarin. Dikutip dari Antara.
Ia menyebutkan 17 santri dengan rentang usia 15 sampai 16 tahun tersebut saat ini diamankan di Polres Panjang, dan masih akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kasus pemukulan terjadi sebanyak tiga kali pada malam hari, yaitu Kamis (7/2), Jumat (8/2) dan Minggu (10/2). Di antara 17 santri, ada yang ikut melakukan pemukulan sebanyak dua kali, dan ada yang tiga kali. Terhadap 17 santri itu disangkakan Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak dan dilengkapi KUHP. (Net/Hen0
Tulis Komentar